Beras Fortifikasi: Solusi Cerdas Lawan Kekurangan Mikronutrien & Tingkatkan Gizi Anak
Beras Fortifikasi: Solusi Cepat untuk Kekurangan Mikronutrien di Indonesia
Negara indonesia masih berhadapan dengan masalah gizi makro dan mikro. Tingginya angka penderita stunting membuat perbaikan gizi sebagai prioritas nasional. Angka kasus stunting di Indonesia menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024 adalah 19,8%. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan menjadi sebuah pencapaian penting dalam upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Indonesia.
Karena beras menjadi makanan pokok bagi mayoritas masyarakat Indonesia, menambahkan mikronutrien melalui beras fortifikasi menjadi cara yang efisien untuk meningkatkan gizi dengan biaya rendah, tanpa mengubah pola konsumsi dan memiliki jangkauan yang luas.
Apa itu beras fortifikasi?
Bagi masyarakat umum indonesia, istilah beras fortifikasi masih jarang diketahui. Beras fortifikasi adalah beras yang ditambahkan nutrisi penting, seperti zat besi, asam folat, vitamin B, seng, dan kadang vitamin A, melalui proses produksi. Dengan begitu, gizi beras meningkat tanpa harus mengubah cara orang biasa mengonsumsinya. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak perlu mengubah pola makan sehari-hari tetapi tetap mendapatkan nilai gizi tambahan yang disisipkan ke jenis makanan yang sudah dikonsumsi setiap hari.
Sejarah singkat dan evolusi teknologi
Konsep memperkaya beras dengan berbagai jenis mikronutrien bukan hal baru. Pengujian dan program awal dilaporkan sejak pertengahan abad ke-20, sebagai contoh pada eksperimen di Filipina pasca-Perang Dunia II. Teknologi modern menggunakan dua pendekatan utama:
- coating atau melapisi butir beras dengan mikrinutrien
- extrusion-based fortified rice kernels (FRK) yaitu butiran kecil yang diproduksi dari adonan beras dan mikronutrien dicampur kembali ke stok beras. Ekstrusi dan produksi FRK menjadi standar praktik komersial karena tahan cuci/masak dan mudah diintegrasikan ke rantai pasok.
Bagaimana cara produksi
- FRK (Extruded Kernels): Tepung beras, premix mikronutrien dan air/steam kemudian dilakukan pencampuran secara merata. campuran tadi lalu masuk kedalam mesin pencetak sehingga memiliki bentuk yang mirip seperti beras pada umumnya. Setelah dikeringkan maka dilakukan pencampuran ke beras biasa dengan rasio biasanya antara 0.5 sampai 2%. FRK didesain agar kandungan nutrisi tetap bertahan meskipun beras dicuci atau direbus.
- Coating / Spray: Metode berikutnya yaitu dengan melapisi butir beras biasa dengan premix mikronutrien. Metode ini lebih sederhana akan tetapi lapisan premix mikronutrien menjadi rentan hilang atau berkurang karena pencucian.
Manfaat kesehatan yang bisa dicapai?
Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa beras fortifikasi dapat meningkatkan asupan mikronutrien utama dan menurunkan prevalensi anemia dan defisiensi zat besi jika cakupan dan kualitas pelaksanaan memadai. Fortifikasi paling efektif ketika makanan pokok seperti beras, rutin dikonsumsi oleh kelompok yang menjadi sasaran, misalnya balita, ibu hamil, dan remaja putri. Namun efektivitasnya bergantung pada formulasi nutrien, rasio pencampuran, dan sistem pengawasan mutu.
Keuntungan dan keterbatasan implementasi
Keuntungan:
- Lebih mudah diterapkan kedalam pola makan harian masyarakat
- Dapat diperluas melalui program bantuan sosial
- Memiliki biaya murah dibanding perubahan gaya hidup drastis
- Kebutuhan infrastruktur produksi seperti mesin ekstruder atau pemasok FRK
- Kontrol mutu yang ketat dalam hal ini menurut Standar Nasional Indonesia atau SNI
- Risiko kenaikan harga jika tidak disubsidi oleh pemerintah
- Tantangan komunikasi agar publik menerima produk baru tanpa mengubah kebiasaan seperti mencuci beras secara berlebih.
Beras Fortifikasi di Indonesia Saat Ini
Peta jalan kebijakan dan inisiatif teknis untuk beras fortifikasi di Indonesia telah berkembang cepat. Badan Pangan Nasional (NFA/Bapanas) aktif memfasilitasi penyusunan standar nasional terkait kernel beras fortifikan dan pelaksanaan distribusi beras fortifikasi melalui program bantuan pangan untuk keluarga rentan. UNICEF, WFP, dan lembaga non-profit lain ikut mendukung riset, uji coba, dan sosialisasi. Namun tantangan rantai pasokan dan harga ritel terlihat pada saat masuk ke pasar modern.
Analisis: Faktor Penentu Keberhasilan Di Indonesi
- Aturan & standar dari pemerintah : Pemerintah lewat BSN dan Bapanas sedang menyusun aturan resmi soal kualitas dan label beras fortifikasi. Ini penting supaya produk yang beredar aman dan mutunya terjaga.
- Produksi beras fortifikasi : Biaya sangat tergantung apakah bahan campurannya (FRK) dibuat di dalam negeri atau diimpor. WFP juga memberi bantuan teknis untuk pabrik beras agar bisa meniru praktik terbaik.
- Cara distribusi : Beras fortifikasi bisa disalurkan lewat program bantuan pangan, posyandu, atau sekolah supaya cepat sampai ke masyarakat. Tapi, perlu ada subsidi atau insentif agar harganya tidak jauh lebih mahal dari beras biasa.
- Pengawasan & evaluasi : Perlu sistem pemantauan, mulai dari kualitas beras, angka anemia, hingga stunting di masyarakat, supaya program ini bisa dievaluasi dengan baik.
- Edukasi masyarakat : Sosialisasi penting agar orang paham manfaat beras fortifikasi. Misalnya, kenapa berasnya tidak perlu dicuci berulang kali supaya kandungan gizinya tetap terjaga.
Pemerintah, BUMN, dan swasta sebaiknya segera menuntaskan aturan SNI terkait beras fortifikasi, serta memulai uji coba di daerah rawan gizi dengan mengintegrasikannya ke program B2SA atau sembako. Berikan dukungan berupa insentif untuk produsen FRK dan bangun sistem pemantauan dan evaluasi yang terhubung dengan data SSGI atau Survei Kesehatan. Jangan lupa komunikasi yang jelas dari pedagang hingga konsumen agar rantai pasok lancar dan harga tetap terjangkau.
Kesimpulan
Dengan beras fortifikasi, masyarakat bisa mendapatkan tambahan gizi tanpa perlu mengubah kebiasaan makan mereka. Supaya berhasil di Indonesia, dibutuhkan kerja sama lintas sektor, dukungan produksi, insentif ekonomi, dan edukasi publik. Untuk para pengambil kebijakan dan praktisi: mulai dengan uji coba awal yang jelas, sediakan anggaran pemantauan dan evaluasi, serta libatkan pelaku rantai pasok sejak awal. Program ini tidak rumit, tapi membutuhkan pelaksanaan yang konsisten.
Sumber :
- WHO — Guideline: Fortification of Rice with Vitamins and Minerals (PDF).
- WFP — Handbook for the Production of Extruded Fortified Rice Kernels.
- UNICEF Indonesia — Ringkasan Fortifikasi Beras di Indonesia (PDF).
- Badan Pangan Nasional — Konsolidasi Standar Beras Fortifikasi (info resmi).
- BSN — Draft/RSNI terkait Beras Fortifikasi (dokumen SNI terkait).
- Detik Finance — Laporan pasar & harga beras fortifikasi (analisis harga ritel).
- Peña-Rosas et al. — Fortification of rice with vitamins and minerals (review, PMC).
- KFI — Potensi pengembangan fortifikasi beras di Indonesia (analisis kebijakan dan pasar).
- SSGI 2024: Prevalensi Stunting Nasional Turun Menjadi 19,8%.

Posting Komentar untuk "Beras Fortifikasi: Solusi Cerdas Lawan Kekurangan Mikronutrien & Tingkatkan Gizi Anak"
Kami sangat mengapresiasi kritik dan saran anda untuk memajukan website ini .